Takdir


Penulis: Fajriani Annisa Eka Trisna

Awal tahun yang kelabu. Disambut dengan awan mendung dan cuaca yang tak bisa diandalkan. Tapi kemeriahan masih saja menyelimuti umat manusia sampai ke pelosok dunia. Letusan kembang api bagaikan upacara wajib di setiap awal tahunnya, sangatlah indah mewarnai langit gulita. Tapi tetap saja, kilauan bintang 2014 masih jauh lebih indah mewarnai langit meski nampak redup tertutup awan kelabu. Sorak-sorai gembira masyarakat pada antusias menyambut 2014 dan melepaskan tahun indah 2013. Tidak hanya di lingkungan saja, jejaring sosial pun seperti Facebook, Twitter, Instagram, BBM, Path, WeChat juga rame dengan berbagai harapan, ucapan selamat tahun baru, dan macam-macam pose dari berbagai foto yang terunggah. Semua itu hanya untuk sekedar meramaikan tahun baru sekaligus menyambut libur panjang.
Semua meramaikannya dengan begitu rapi dan melebihi upacara adat saja. Kegembiraan, kebersamaan, ketenangan, canda tawa seakan terlampiaskan jua menemani tahun 2014 ini, tapi tidak denganku. Awal tahun ini sangatlah sepi, kesedihan menyelimuti kalbu, rasanya tahun ini amat sangat jauh berbeda dengan tahun kemarin. Hanya sedikit senyuman yang dapat ku kutip di awal tahun ini.
Terlalu banyak basa-basi gini, jadinya kelupaan deh ngenalin diri. Namaku Chaca Azhari. Lahir di kota Palu tanggal 23 April 1999. Orang yang terlahir di keluarga sederhana, dibaluti dengan berbagai macam karakter, pintar, rajin shalat, baik, tidak banyak omong, lugu, sopan, juga cantik (kata orang sih gitu). Aku sekarang kelas 3 SMP.
Dahulu, aku mempunyai 5 orang sahabat yang setia menemaniku, menjagaku, membuatku tersenyum, menghapus air mataku, yang selalu siap sedia memberikan bahunya tempatku bersandar disaat ku terjatuh. Selain itu banyak teman yang selalu ada untuk membantuku mengerjakan PR dan mengajariku berbagai hal. Tak lupa juga seseorang yang selalu menemani siang dan malamku, menjagaku, melindungiku, memberi support, segalanya yang kubutuhkan dia juga selalu ada, itulah Ari. Ari adalah kekasihku yang sekaligus bagaikan sahabat sejati dan orangtua untukku. Hidupku begitu indah, tak dapat ku merangkumnya satu per satu. Kesenangan selalu berpihak kepadaku. Sampai-sampai air mata tak pernah lagi menetes di pipiku. Ku rasa, seisi dunia sangat menyayangiku hingga mereka tak rela melihatku bersedih dan seakan-akan dunia selalu ingin melihat senyumku terpancarkan. Jika senyumku tak nampak, langit begitu bersedih hingga hujan pun juga mengiringi hari kesedihanku. Mungkin itulah penyebab awal tahun ini yang tak jarang diguyuri hujan tiap minggunya.
Ya, memang tahun ini kesedihan sedang melandaku. Semuanya meninggalkanku, entah salahku ada dimana sehingga tuhan menjadikanku seperti sosok sebatang kara yang hanya hidup dalam kesendirian di bumi ini. Sahabat dan seorang lelaki yang dekat denganku kini telah menjauh dari hidupku. Entah dimana mereka kini berlabuh, semuanya tak lagi terlihat oleh kacamata. Mereka pergi, sekarang keadaanku juga mulai memburuk. Penyakit yang dulu kini kembali mengerogoti kesehatanku.
Terkadang aku hanya bisa mengoceh tak jelas juga mencaci tuhan. “Menurutku tuhan tidak adil, tuhan sangatlah jahat padaku, tuhan mungkin tak ingin lagi menganggapku sebagai hambanya, menurutku tuhan sangatlah egois!” itu selalu terlintas dalam benakku, entah berapa banyak setan dan iblis yang menggodaku untuk mengatakan itu hingga aku tak lagi menghiraukan sebanyak apa dosa yang ku perbuat. Beribadah pun jarang ku laksanakan, ummi dan abi pun ku lihat telah bosan menyuruhku.
Aku bingung salahku ada dimana. Aku tak melakukan sesuatu yang tuhan benci, tapi kenapa tuhan menakdirkan kepadaku sesuatu yang aku tak suka. Kehilangan sahabat-sahabatku, kekasihku, teman-teman pun menjauhiku, juga penyakit itu berjumpa lagi denganku bahkan labih parah dan melemahkan organ hatiku. “Oh, tuhan! Apa salahku padamu hingga kau membuatku menderita seperti ini?” keluhku dalam kesah.
Di liburan kali ini, aku hanya menghabiskan waktuku di dalam kamar, bercengkerama dengan tembok, berhadapan dengan TV, membaca berbagai buku, bersandar di ranjang, juga bermain dan berteman dengan bermacam-macam jenis obat dokter. Tak ada keseruan sama sekali yang mampu mengembalikan senyumku yang dulu. Tak ada cinta lagi yang dapat ku rasakan, tak ada lagi kesetiaan yang mampu menjagaku dalam gelapku, tak ada lagi cahaya yang mampu menyinari hatiku, tak ada lagi canda tawa yang mampu menghiburku, dan tak ada lagi kasih yang tertorehkan untukku. Hidupku begitu hampa, membuatku semakin yakin bahwa hidupku bukan disini lagi. Entah dimana harus ku tempatkan tubuhku yang hanya dibalut dengan kesedihan ini, entah harus kubawa kemana kenangan indahku bersama kalian, sahabat dan sosok pria yang mampu memenangkan hatiku.
Dua minggu liburan awal tahun telah berlalu, waktunya kembali ku tampakkan wajahku pada sang mentari, menampakkan wajah lesu, sedih, dan tak berdaya seperti ini ke hadapan milyaran pasang mata di dunia ini. Ingin rasanya ku tutup rapat-rapat kesedihan dan masalah yang ku hadapi, tapi tetap saja semuanya seakan menampakkan identitasnya bahwa aku sedang bersedih dan ditimpa masalah buruk. Dulu setelah libur seperti ini, detik-detik memasuki waktu sekolah adalah hal yang paling ku rindukan, kini semuanya berbeda. Rasanya aku ingin secepat mungkin berhenti sekolah, aku tak ingin melihat dan dilihat banyak orang dengan kondisiku yang sekarang. Tapi, aku harus sekolah! Aku ingin memperlihatkan kepada Tuhan bahwa aku bisa hidup tanpa bantuannya. Aku tetap melaksanakan kewajibanku sebagai pelajar.
Seminggu telah berlalu, ku rasa dalam waktu ini aku telah berhasil menaklukkan takdir buruk Tuhan kepadaku. Meskipun aku tetap berjalan tanpa Sahabat dan Pujaan hatiku. Semuanya ku pendam sendiri, aku juga tak memberitahukan kepada orang-orang bahwa aku sedang sakit parah.
Hari Senin, upacara pengibaran bendera Merah Putih terlaksanakan. Ternyata aku pingsan. 15 menit kemudian, mataku pun perlahan ku buka. Aku sekarang ada di UKS hanya sendiri tanpa seorang pun menemaniku. Air mataku tak dapat ku bendung sudah, kini ia mengalir begitu hebatnya. Tak lama kemudian, seorang wanita bercadar nampak kedua bola matanya sedang menatapku. Tiap langkahnya membuatku takut dan curiga padanya. Entahlah, pikiran negatif sempat terlintas di fikiranku saat melihat penampilannya, mengira dia seorang wanita pembom bercadar yang di TV-TV. Aku langsung terbangun dan mulai ingin berjalan ke luar ruang, aku sempat terjatuh kehilangan keseimbangan dan wanita itu membantuku untuk berdiri kembali. Dia adalah petugas UKS baru, namanya Ibu Nisa. Dia wanita yang baik, ingin sekali ku menatap wajahnya itu, bagaimanakah rupa wajah di balik cadar hitam itu? Dia pasti cantik, ya.. Secantik amal ibadahnya.
Satu jam mata pelajaran terlewatkan lantaran aku asyik berbincang-bincang dengan Bu Nisa. Sempat pula ku ceritakan keadaanku dengan kesedihan yang selalu menemani hari-hariku. Tak kuasa menahan tangisku, air mata ini bercucuran. Bu Nisa kini berhasil menenangkan perasaanku dan membuatku kembali bersemangat menjalani hidup bak sebatang kara. “Kamu harus tegar, kita diciptakan bukan untuk sekedar menikmati kebahagiaan saja, tapi kita juga dituntut untuk tegar menjalani cobaan dan melewatinya dengan hati yang sabar, Tuhan tak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hambanya” ujar Bu Nisa sambil memelukku. Perasaanku sudah tenang dan badanku juga udah enakan, ku putuskan untuk pamit sama Bu Nisa dan mengucapkan banyak terima kasih pada Bu Nisa.
Teng.. Teng.. Teng.. Suara bel pun berbunyi, sekarang waktunya pulang ke rumah yang sangat membuatku seperti tahanan polisi. Oh Tuhan, haruskah sekuat ini ku jalani cobaanmu? sampai kapan? apa aku akan mati dengan kondisi seperti ini?. Sesampaiku di rumah, ku lihat Ummi dan Papa sedang bertengkar. Kepalaku pusing, tubuhku kehilangan keseimbangan, ingin ku hentikan pertengkaran yang terjadi, tapi seketika itu juga tubuhku melemah dan jatuh pingsan.
Sejam berlalu, saat ku buka mataku, ternyata dugaanku benar. Ternyata aku sudah berbaring di rumah sakit dengan dibaluti selang infus, bantuan oksigen dan berbagai macam kabel yang entah apa gunanya. Mataku sempat menatap berbagai wajah yang tidak asing bagiku, iya.. itu adalah Kelima Sahabatku, Mantan Kekasihku (Ari), Kedua orangtuaku juga Dokter Gaffar (dokter kepercayaan keluargaku) yang didampingi dengan dua suster yang cantik. Kesedihan sedang menyelimuti wajah mereka. “Ummi, Papa, ada apa? Kok pada nangis?” tanyaku sambil menangis. Tapi mereka hanya bisa menangis dan menghiraukan pertanyaanku. “Kalian kenapa kesini? Apa kalian masih ingat sama aku? Kalian kan benci sama aku. Ari? Kamu juga? Kenapa kesini.. apa kamu mau ngeliat aku mati juga?” tanyaku perlahan. “Aku sayang kamu. Kamu harus sembuh, apapun caranya. Kami disini ada untuk kamu” jawab Ari sambil menyembunyikan kesedihannya, matanya terlihat berkaca-kaca. “Bukannya kalian memutuskan untuk menjauhiku? Dan kamu…” ujarku. Nafasku mulai menyempit, Dr. Gaffar pun memberhentikan percakapan dan menyuruhku untuk beristirahat. Aku tertidur pulas, dan tak menyangka sebulan sudah ku pejamkan mata ini.
Ternyata Bu Nisa selalu ngejenguk aku setiap hari, dan sekarang Bu Nisa ada di sampingku sambil mambacakanku lantunan ayat suci Al-Qur’an. Semuanya menangis saat ku bangun, aku hanya bisa senyum seadanya saja. Dan benar saja, Kelima sahabatku dan Ari pun juga hadir disini.
Aku hanya bisa berkata “tersenyumlah! Waktu yang akan menjawab semuanya, kini aku telah berada di ujung waktu. Itulah takdirku”, Ummi dan Papa langsung memeluk erat tubuhku yang perlahan semakin melemah. Dr. Gaffar pun datang dan tersenyum padaku dan ingin memeriksa keadaanku. “Tak usah Dok, kini memang telah waktunya” ujarku sambil meneteskan air mata. Bu Nisa langsung mendekatkan bibirnya ke dekat telingaku dan melafadzkan kalimat syahadat. Perlahan ku coba mengikuti apa yang Bu Nisa ucapkan, tapi tetap saja terbata-bata, hingga akhirnya disitu pula waktuku terhenti dan ku hembuskan nafasku perlahan dan tersenyum di hadapan mereka.

Blog: dafha.wardhana@gmail.com
Facebook: Fajriani Annisa Eka Trisna

Comments

Popular posts from this blog

TUTORIAL INSTALL THE SIMS 3 KOMPLETE SAMPAI EXPANSION PACK

Cara Membuat Bunga Matahari dengan CorelDRAW

Membuat Model Pohon sederhana pada Softaware Blender